Hari itu hari minggu. Aku sudah janji dengan Dofi akan
memperlihatkan sketch untuk
tugas akhirku kepadanya. Tapi kali ini Dofi tidak datang. Tidak seperti
biasanya Ia lebih dulu datang dan membawakan minuman kesukaanku. Perasaanku
tiba tiba menjadi tidak enak. Apa Dofi baik baik saja? Apa Dofi tidak ingin
menemaniku melukis lagi? Apa Dofi sakit? Dofi kenapa?
Beribu pertanyaan keluar dari fikiranku.
Aku harap Dofi baik baik saja.
Aku memacu laju sepedaku menuju rumah Dofi. Hal pertama yang aku
fikirkan adalah memastikan Dofi baik baik saja. Ya. Memastikan ia tetap bisa
berdiri di kakinya sendiri.
Ku pencet bel yang ada di gerbang depan rumahnya memastikan ia
baik baik saja.
Tak ada jawaban.
Pencetan ke 5, seorang perempuan paruh baya mendongakkan kepalanya
keluar dan membukakan pintu untukku.
"Maaf kamu cari siapa?" Ucapnya.
"Dofi ada tante?"
"Dofi? Dofi siapa? Disini tidak ada yang namanya Dofi..
Dirumah ini cuma ada saya dan putra saya Fikri."
"Fikri? Apa Fikri yang ini yang tante maksud?" Ujarku
seraya menunjukkan fotoku dengan Dofi.
"Iya. Itu Fikri bukan Dofi. Kamu siapa ya?"
"Maaf tadi saya lancang tante, saya Rima. Saya biasa melukis
di taman komplek bersama Dofi, eh maksud saya Fikri. Dia biasanya menemani saya
melukis setelah ashar tante. Tapi hari ini Dofi, eh Fikri tidak datang. Saya
takut terjadi sesuatu dengannya. Makanya saya kesini tan.."
"Fikri sakit dari kemarin. Dia tidak diperbolehkan keluar
oleh Dokter dan tidak boleh menemui siapapun sampai kondisinya membaik .
Ada pesan yang ingin saya sampaikan ke Fikri?"
"Separah itu tante? Ya sudah, saya titip drawing book ini ya tan.
Semoga Fikri cepat sembuh." ujarku seraya pamit dari rumah Fikri dengan
perasaan tak enak.
Sebenarnya Dofi kenapa sih?
Kenapa dia menyembunyikan identitasnya padahal dia sudah
mengenalku?
Mengapa dia mencoba menyembunyikan sesuatu dariku?
Apa Dofi tidak ingin aku tahu kehidupan pribadinya seperti apa?
Ah sudahlah. Mungkin karena aku orang baru yang baru Ia kenal.
2 hari berlalu..
Sudah 2 hari aku tidak ke taman untuk melukis. Deadline tugasku
memaksaku untuk terus berada di kampus menyelesaikan semua tugas itu. Hari ini
juga, aku terpaksa pulang jam 8 untuk menyelesaikan semuanya. Seandainya ada
seseorang yang dapat membantuku.
Aku kembali kerumah hari itu tepat jam 8 malam. Menggunakan sepeda
motor bebek melewati taman komplek. Di bangku taman, aku melihat seseorang
sedang duduk. Seseorang yang menggunakan kupluk dan memakai kemeja seperti yang
biasa Dofi kenakan.
Tunggu... Warna kemeja itu sama dengan warna kemeja Dofi..
Apa mungkin itu Dofi?
Kuparkirkan motorku di depan taman. Membuka helmku dan mulai
berjalan ke arah bangku taman.
Sosok yang kulihat tadi menghilang. Dia tidak ada di bangku itu.
Tetapi tiba tiba, ada seseorang yang menutup mataku..
"Heh! Kamu siapa? Jangan macem macem ya saya bisa lapor
satpam!" Aku berteriak setengah ketakutan. Seketika itu juga ia membuka
mataku.
"Hey, be easy girl. Ini aku, Dofi. 2 hari nggak ketemu kok
jadi galak gitu sih? Haha" Dia tersenyum seraya mempermainkan rambutku.
"Nggak lucu Dofi! 2 hari menghilang dan keisenganmu bukannya
berkurang malah bertambah. Apa sakit membuatmu begitu banyak berubah?"
"Aku harap sih sakit membuatku melupakan semua yang telah
terjadi. hihi.. Engga deh, becanda.. Aku menunggumu 2 hari ini untuk
mengembalikan drawing book mu.
Aku sudah melihat semuanya. Dan benar benar luar biasa. Aku ga bakal narik kata
- kata ku yang telah kuucapkan dari awal. Kamu benar benar anaknya Picasso.
Haha.." Ia kembali tersenyum.
"Dasar! Kamu masih punya 1 hutang padaku loh ya Mr.
Misterius."
"Hutang? Memangnya aku pernah menjanjikan apa padamu?
Membawamu ke Paris untuk memamerkan semua lukisanmu? Kalau ada pintu ajaib Doraemon
semua yang tak mungkin bisa jadi mungkin, tapi aku tak memilikinya."
"Bukan itu... Memangnya kamu pernah menjanjikan hal seperti
itu padaku? Yee... Jangan bercanda..." Ujarku seraya mencubit lengannya...
"Duh, sakit nona. Aku bukan Hulk yang kalau kau cubit tidak
merasakan apa apa. Jadi, aku masih punya hutang apa?"
"Jadi selama ini kamu tidak merasa ingin mengatakan sesuatu
atau menyampaikan sesuatu?"
"Ada, tapi nanti kamu marah.."
"Apa?"
"Tapi.. Kita kan baru kenal.. Dan aku takut kamu marah dan
menjauhiku jika aku mengatakannya."
"Apa? Aku lebih memilih kamu mengatakannya jika ada hal yang
membuatmu resah. Aku akan mendengarkannya dan mencoba tak marah.
Katakanlah."
"Aku nyaman bersama kamu nona. Dan hal yang paling luar biasa
bagiku adalah aku bisa terus bersama kamu dan melihat keceriaanmu setiap
hari."
"Itu saja? Tidak ada yang lain?
"Iya itu saja. Loh? Kamu tidak marah?
"Aku lebih menginginkan penjelasan lain selain itu. Apa tidak
ada lagi yang ingin kamu coba jelaskan padaku?" Ujarku sedikit kecewa.
"Tidak, itu sudah cukup membuatku lega."
"Oke, aku boleh bertanya tidak?"
"Boleh, tentu saja boleh. Selama aku masih bisa menjawabnya,
akan ku coba. Maaf jika aku tidak tahu sesuatu. Kau bisa bertanya pada google
nanti. " jawabnya seraya tertawa.
"Kamu tahu kan Dofi, aku pernah mengatakan padamu aku
menyukai Komik Conan. Dan
kamu tahu kan Conan itu detektif. Berarti kamu tahu kan, aku pasti tahu
semuanya seperti para detektif. Jadi, yang ingin aku tanyakan cuma, Fikri itu
siapa?"
Dofi diam. Senyumnya menghilang. 5 menit berlalu.
"Kamu tidak mau menjawab pertanyaanku? Oke aku sudah
mendapatkan jawabannya." Jawabku seraya berjalan menjauh.
"Tunggu..." Dia menggenggam tanganku mencoba
menghentikan kepergianku.
"Dofi itu nickname.
Doni Fikri. Itu beneran namaku kok. Aku nggak pernah bohong selama aku kenal
kamu. Pertama kalinya aku berkenalan denganmu aku tidak bisa langsung
menyebutkan nama asliku pada seseorang yang baru aku kenal. Mamaku bilang
begitu. Aku bisa diculik." Jawabnya setengah serius seraya tertawa.
"Hey ini jawaban serius atau bercanda? Aku benar benar benci
dibohongi."
"Aku serius. Aku akan memperlihatkan padamu koleksiku suatu
saat nanti. Ayo senyum nona. Bunga - bunga ditaman ini akan turut sedih melihat
mukamu murung begitu." Tambahnya lagi.
"Aku tidak akan tersenyum sebelum kamu berjanji tidak akan
berbohong lagi.."
"Iya aku janji.. Taman komple ini saksinya.. Aku tidak akan
pernah berbohong lagi.." ia mengarahkan telunjuknya meminta damai..
"Baiklah.. kali ini aku maafkan.. Lain kali jika kau
berbohong lagi, aku tidak akan pernah mau menyapamu lagi. " Ujarku seraya
mengarahkan telunjuk padanya.
"Kamu jelek pake kupluk.. Lebih cocok digerai
rambutnya.." tambahku lagi.
"Kalau digerai, nanti aku takut kamu ngerasa punya saingan
non. Hahaha" jawabnya seraya tertawa terbahak bahak.
Dasar fikri.
Malam itu aku bahagia.. Bahagia karena akhirnya bisa bertemu Dofi
dan bahagia karena ia mengakui namanya Fikri.. Semoga tidak ada lagi kebohongan
kebohongan berikutnya....
to be continued...