Kamis, 20 September 2012

Salah Pilih Jurusan Saat Kuliah?

Diposting oleh Unknown di 23.02 0 komentar

MINDSET YANG SALAH SAAT MEMILIH JURUSAN KULIAH
              


  Memilih jurusan kuliah bukan merupakan hal mudah, pasalnya banyak hal yang harus dipertimbangkan mulai dari biaya, kemampuan diri dan universitas tujuan. Tak sedikit orang memilih jurusan kuliah hanya asal pilih yang penting bisa kuliah tanpa mempertimbangkan masa depan pasca kuliahnya. Alhasil, setelah kuliah hanya menambah pengangguran di negara ini. Fenomena salah jurusan ini sebenarnya berawal dari mindset yang salah saat memilih jurusan kuliah. Beberapa mindset yang salah saat memilih jurusan kuliah diantaranya adalah:
 v  Asal diterima  
Fenomena asal diterima ini berawal karena tidak memiliki tujuan cita-cita yang jelas. Yang penting kuliah daripada hanya menganggur pasca lulus SMA. Sehingga jurusan apapun dimasuki asalkan diterima tanpa melihat bagaimana kredibilitas jurusannya, kemampuan otak dan peluang kerja setelahnya. Yang penting mempunyai biaya dan semaunya mengambil jurusan.
 v  Mengikuti euforia
Fenomena euforia dalam dunia kerja merupakan hal yang sering kita temui. Misalnya dalam hal rekrutmen PNS diwacanakan ada pensiun masal guru dan tenaga kesehatan. Sehingga jurusan kuliah pada bidang tersebut ramai-ramai dipilih. Alhasil tidak diterima karena tingginya daya saing. Selain itu jika saat ini mengikuti euforia tersebut mungkin sudah ketinggalan karena formasi tersebut sudah diisi oleh lulusan sebelumnya yang sudah lulus terlebih dahulu. Jika memang mengikuti euforia ikuti euforia 10 tahun kedepan .Agar bisa ikut memanfaatkan peluang tersebut.
 v  Mengikuti teman
Teman kadang juga turut mempengaruhi pilihan jurusan kuliah, biasanya atas nama persahabatan selalu seiring sejalan dalam apapun termasuk dalam pendidikan.  Pemikiran ini sungguh menyesatkan karena setiap orang memiliki masa depan dan latar belakang yang berbeda baik secara finansial maupun kemampuan yang lain.
 v  Demi gengsi
Ada sebagian orang yang bangga ketika diterima pada jurusan tertentu di universitas ternama walaupun harus membayar berapapun biaya yang akan ditanggung karena memiliki biaya yang banyak. Fenomena jurusan prestis dengan dana ratusan juta sudah menjadi hal yang biasa dalam dunia kampus di Indonesia. Karena kemampuan akademik yang dimiliki tak setara dengan jurusan yang diambil mengakibatkan studinya berantakan dan tak kunjung lulus bahkan ada yang hingga DO.

Dalam memilih jurusan kuliah memang bukanlah hal yang mudah namun ada beberapa hal pokok yang harus diperhatikan yaitu:kredibilitas jurusan, kemampuan akademik,kemampuan finansial dan peluang kerja setelah lulus. Jangan samapai salah pilih dan menyesal dikemudian hari. Mudah-mudahan bermanfaat.



TEORI LOKASI INDUSTRI WEBER

Diposting oleh Unknown di 22.53 0 komentar

Tugas Mata Kuliah
Analisis Lokasi dan Pola Ruang (TKP 149P)
Review Literatur: Teori Lokasi Industri Weber
Dosen Pengampu : Dra. Bitta Pigawati, MT

Teori Lokasi Industri Weber
( Pertemuan 4)


Disusun oleh
Sabrianora Putri Rosadi
21040111060004


PROGRAM STUDI DIPLOMA III
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012

TEORI LOKASI INDUSTRI WEBER

A.      PENDAHULUAN
Alfred Weber, ekonom Jerman yang mengajar di Universitas Praha pada tahun 1904 hingga 1907 dan kemudian di Universitas Heidelberg (Jerman) pada 1907 – 1933, menulis buku berjudul Uber den Standort der Industrien (1909) yang kemudian dialihbahasakan oleh J.C. Friedrich menjadi Alfred Weber’s Theory of Location of Industries (1929). Beliau merupakan pelopor pengembangan rumusan mengenai teori lokasi dengan pendekatan kegiatan industri pengolahan (manufacturing).
Weber mencetuskan teori yang berkaitan dengan least cost location, yang menyebutkan bahwa lokasi industri sebaiknya diletakkan di tempat yang memiliki biaya yang paling minimal, yaitu tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja minimum, yang cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.
B.      ANALISIS TEORI WEBER
Prinsip teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau biayanya paling murah atau minimal (least cost location). Prinsip tersebut didasarkan pada enam asumsi bersifat prakondisi, yaitu:
1. Wilayah bersifat homogen dalam hal topografi, iklim dan penduduknya (keadaan penduduk yang dimaksud menyangkut jumlah dan kualitas SDM)
2. Ketersediaan sumber daya bahan mentah.
3. Upah tenaga kerja.
4. Biaya pengangkutan bahan mentah ke lokasi pabrik (biaya sangat ditentukan oleh bobot bahan mentah dan lokasi bahan mentah)
5. Persaingan antarkegiatan industri.
6. Manusia berpikir secara rasional.
                Weber juga menyusun sebuah model yang dikenal dengan istilah segitiga lokasional (locational triangle), yang didasarkan pada asumsi:
1. Bahwa daerah yang menjadi obyek penelitian adalah daerah yang terisolasi. Konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Semua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna.
2. Semua sumber daya alam tersedia secara tidak terbatas.
3. Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat.
4. Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi.
Beliau berpendapat bahwa dalam menentukan lokasi industri, terdapat tiga faktor penentu, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan dampak aglomerasi dan deaglomerasi. Biaya transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik terendah biaya transportasi menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya transportasi dipengaruhi oleh berat lokasional, yaitu berat total semua barang berupa input yang harus diangkut ketempat produksi untuk menghasilkan satu satuan output ditambah berat output yang akan dibawa ke pasar. Berat total itu terdiri dari satu satuan produk akhir ditambah semua berat input yang harus diangkut ke lokasi pabrik seperti bahan mentah yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan output. Dalam model ini, tujuannya adalah meminimumkan biaya transportasi sebagai fungsi dari jarak dan berat barang yang harus diangkut (input dan output).
Beliau mengembangkan konsep tiga arah yang dikenal dengan teori segitiga lokasi (locational triangle) seperti gambar berikut, yang kemudian dirumuskan secara matematis dengan sebuah persamaan.
T(k) = q [ ( k1 a1 n1 ) + (k2 a2 n2 ) + m k3 ]
Dimana :
T(k)           = biaya angkut minimum
M               = sumber bahan baku
C                 = pasar
K                 = lokasi optimal industri
q                 = output (hasil produksi)
                = jarak dari sumber bahan baku dan pasar
a                 = koefisien input
n                 = biaya angkut bahan baku
m               = biaya angkut hasil produksi
Weber menyimpulkan bahwa lokasi optimal dari suatu perusahaan industri umumnya terletak di dekat pasar atau sumber bahan baku. Alasannya adalah jika suatu perusahaan industri memilih lokasi pada salah satu dari kedua tempat tersebut, maka ongkos angkut untuk bahan baku dan hasil produksi akan dapat diminimumkan dan keuntungan aglomerasi yang ditimbulkan dari adanya konsentrasi perusahaan pada suatu lokasi akan dapat pula dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Berdasarkan pertimbangan segitiga lokasi di atas, dihasilkan tempat dengan biaya transportasi minimal (minimum transportation cost) dengan titik-titik peng-hubung satu sama lain. Gambar (a) terjadi saat berat bahan baku sama dengan berat barang jadi, sehingga biaya transportasi minimal saat lokasi optimal berada di tengah, di mana nilai IM sama dengan 1. Gambar (b) terjadi saat berat bahan baku lebih besar dari berat barang jadi, sehingga lokasi optimal berada mendekati sumber bahan baku karena biaya transportasi bahan baku lebih mahal, di mana nilai IM lebih besar dari 1. Gambar (c) terjadi saat berat bahan baku lebih kecil dari berat barang jadi, sehingga lokasi optimal berada mendekati pasar karena biaya transportasi bahan baku lebih murah, di mana nilai IM kurang dari 1.
C.      KESIMPULAN
Weber mengemukakan teori lokasi industri dengan prinsip “penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau biayanya paling murah atau minimal (least cost location)”. Pada konsepnya berupa segitiga lokasional, Weber menunjukkan bahwa fungsi tujuan adalah meminimalkan biaya transportasi sebagai fungsi dari jarak dan berat barang yang harus diangkut (input dan output). Jika muncul kondisi di mana pada proses produksi menimbulkan penyusutan berat barang (weight loosing process), lokasi optimal akan berada pada sumber bahan baku, sedangkan jika muncul kondisi di mana pada proses produksi menimbulkan peningkatan berat barang (weight gainning process), lokasi optimal akan berada di dekat pasar. Sehingga menurut Weber, penentuan lokasi industri optimal adalah dengan melihat letak sumber bahan baku dan pasar dalam upaya menekan biaya transportasi dengan mempertimbangkan berat bahan baku dan berat barang jadi, dengan tiga variable penentu, yaitu titik material (bahan baku), titik konsumsi (pasar), dan titik tenaga kerja.
D.      DAFTAR PUSTAKA
Darsiharjo. Lokasi Industri dan Persebarannya
Sarisha, Ayya. 2010. http://ayyasarisha.blogspot.com/2010/09/teori-lokasi-industri-weber-rl-analok-5.html. Diunduh Kamis, 20 September 2012.
Rahma, Eka Ainur. 2010.  Teori - Teori Lokasi.http://belajargeografiyuk.blogspot.com/2010/01/teori-teori-lokasi-teori-lokasi-adalah.html

Selasa, 18 September 2012

REVIEW PENGINDERAAN JAUH

Diposting oleh Unknown di 14.35 0 komentar

TUGAS MATA KULIAH
PENGOLAHAN DATA CITRA
REVIEW MATERI PENGINDERAAN JAUH
Dosen Pengampu : Dra. Bitta Pigawati Dipl. GEO, M.T.


PENGINDERAAN JAUH
(Pertemuan I)
 

DISUSUN OLEH:
SABRIANORA PUTRI ROSADI
NIM 21040111060004
 


PROGRAM STUDI DIPLOMA III
TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012

Review Penginderaan Jauh
A.    Penginderaan jauh
Istilah penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar akhir tahun 1950-an. Menurut Manual of Remote Sensing (American Society of Photogrammetry 1983 dalam Jaya 2009), penginderaan jauh didefinisikan sebagai ilmu dan seni pengukuran untuk mendapatkan informasi suatu objek atau fenomena menggunakan suatu alat perekaman dari kejauahan tanpa melakukan kontak fisik dengan ojek atau fenomena yang diukur/diamati.
Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara balon udara atau wahana lainnya. Data-data tersebut berasal rekaman sensor yang memiliki karakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang akhirnya menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang di hasilkan (Richards and Jia, 2006). Pengumpulan data penginderaan jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sesuai dengan tenaga yang digunakan. Tenaga yang digunakan dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang bunyi atau distribusi energi elektromagnetik (Purwadhi, 2001). Karakter utama dari suatu image (citra) dalam penginderaan jauh adalah adanya rentang panjang gelombang (wavelength  band) yang dimilikinya.
Beberapa radiasi yang bisa dideteksi dengan sistem penginderaan jarak jauh seperti : radiasi cahaya matahari atau panjang gelombang dari visible dan near ampai middle  infrared,  panas   atau dari distribusi spasial energi panas yang dipantulkan permukaan bumi (thermal), serta refleksi gelombang mikro. Setiap material pada permukaan bumi juga mempunyai reflektansi yang berbeda terhadap cahaya matahari. Sehingga material-material tersebut akan mempunyai resolusi yang berbeda pada setiap band panjang gelombang. Piksel adalah sebuah titik yang merupakan elemen palong kecil pada citra satelit. Angka numerik (1 byte) dari piksel disebut Digital Number (DN). Digital Number bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara putih dan hitam (greyscale), tergantung level energi yang terdeteksi. Piksel yang disusun dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra. Berdasarkan resolusi yang digunakan, citra hasil penginderaan jarak jauh bisa dibedakan atas (Jaya, 2002):
• Resolusi spasial
Merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan disekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Kemampuan ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi (recognize) dan menganalisis suatu objek di bumi selain mendeteksi (detectable) keberadaannya.
• Resolusi spektral
Merupakan dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor
• Resolusi radiometrik
Merupakan ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aliran radiasi (radiation flux) yang dipantulkan atau diemisikan suatu objek oleh permukaan bumi.
• Resolusi Temporal
Merupakan frekuensi suatu sistem sensor merekam suatu areal yang sama (revisit). Seperti Landsat TM yang mempunyai ulangan setiap 16 hari, SPOT 26 hari dan lain sebagainya.
B.     Daftar Istilah Penginderaan Jauh / Remote Sensing
Istilah
Keterangan
Penginderaan Jauh
Pengumpulan dan pencatatan informasi tanpa kontak langsung pada julat elektromagnetik ultraviolet, tampak, inframerah dan mikro dengan mempergunakan peralatan seperti penyiam (scanner) dan kamera yang ditempatkan pada wahana bergerak seperti pesawat udara atau pesawat angkasa dan menganalisis informasi yang diterima dengan teknik interpretasi foto, citra dan pengolahan citra (Fussel, Rundquist dan Harrington, 1986). Istilah ini juga memiliki pengertian yang sama untuk Remote Sensing (Inggris), Teledetection (Perancis) dan Sensoriamento Remoto (Spanyol)
Satelit (Oxford, Miriam Webster Britannica)
·    yang selalu mengikuti (minion, sycophant)
·    benda angkasa (alam/buatan) yang mengitari benda angkasa lain yang berukuran lebih besar
·    benda buatan / kendaraan yang dirancang mengitari bumi, bulan atau benda angkasa lain
·    seseorang yang selalu mengikuti, bergantung atau mengekor (khususnya dalam politik kenegaraan)
·    suatu masyarakat perkotaan mandiri yang terpisah dari kota induk.
Orbit (Oxford, Miriam Webster, Britannica)
·    Bidang eliptik yang ditempuh benda angkasa secara reguler
·    Jalur (trajectory) yang ditempuh satelit ketika mengitari bumi
·    Medan/lingkungan kegiatan atau pengaruh
Citra
Gambaran kenampakan permukaan bumi hasil penginderaan pada spectrum elektromagnetik tertentu yang ditayangkan pada layar atau disimpan pada media rekam/cetak
Citra Satelit
Citra hasil penginderaan suatu jenis satelit tertentu
Foto
Penginderaan suatu objek melalui lensa kamera dan merekam datanya pada suatu lapisan selulosa peka cahaya
Foto digital
Foto yang tidak mempergunakan lapisan selulosa untuk merekam data tetapi mempergunakan lapisan peka cahaya yang dihubungkan dengan media rekam digital
Foto udara
Foto yang diambil dari wahana pesawat layang atau pesawat terbang
Foto Satelit
Foto yang diambil dari wahana ruang angkasa
Resolusi
·    Ukuran ketelitian data citra satelit
·    Kemampuan menampilkan sejumlah pixel pada layer tayangan
·    Kemampuan semua jenis pengindera (lensa, antenna, tayangan, bukaan rana, dll.) untuk menyajikan citra tertentu dengan tajam. Ukuran dapat dinyatakan dengan baris per mm atau meter. Pada citra RADAR resolusi biasa dinyatakan dalam lebar pancaran efektif dan panjang jangkauan. Pada citra infra merah resolusi biasa dinyatakan dalam IFOV. Resolusi juga dapat dinyatakan dalam perbedaan temperatur atau karakter lain yang mampu diukur secara fisik (Manual of Remote Sensing).
Resolusi Spectral
Julat (range) spectrum elektromagnetik yang dipergunakan oleh perangkat pengindera. Secara sederhana, spectrum elektromagnetik yang dimanfaatkan untuk mengindera permukaan bumi terdiri dari spectrum ultra ungu, tampak (ungu=0.440-0.446;biru=.0446-.500; hijau=0.500-0.578; kuning=0.578-0.592; jingga=0.592-0.620; merah=0.620-0.700), infra merah dekat (reflektif), infra merah tengah (inframerah gelombang pendek/reflektif dan emisif), infra merah termal (emisif) dan gelombang mikro, juga LASER dan LIDAR. Pada beberapa kasus, spectrum tersebut masih dibagi lagi menjadi julat yang lebih sempit.
Resolusi Spasial
Ukuran objek terkecil yang dapat dibedakan dengan objek lain. Pada citra raster berarti ukuran 1 (satu) pixel data di lapangan. Pada citra optik (fotografik) dapat diartikan ukuran 1 (satu) detik busur medan pandang di lapangan
Resolusi Temporal
Ukuran perulangan pengambilan data oleh satelit tersebut pada lokasi yang sama di permukaan bumi
Resolusi Radiometrik
Julat (range) representasi/kuantisasi data, biasanya dipergunakan untuk format raster. Julat tersebut dapat berupa 2 bit (0-1), 3 bit (0-3), 4 bit (0-15), 5 bit (0-31), 6 bit (0-63), 7 bit (0-127), 8 bit (0-255), 10 bit (0-1023), 16 bit (0-65535)</TD
Layer
Suatu liputan geografis yang berisikan jenis informasi tertentu. Bermacam jenis informasi pada liputan geografis yang sama disebut multi layer. Untuk konteks citra penginderaan jauh digital, layer dan band mengandung pengertian yang sama.
Landsat
Seri satelit sumberdaya alam milik NASA (Amerika Serikat). Sebelumnya bernama Earth Resources Technology Satellite (ERTS). Landsat 1 diluncurkan 23 Juli 1972, diikuti kemudian oleh Landsat 2 (22 Januari 1975), Landsat 3 (5 Maret 1978). Satelit ini mengusung pengindera MSS dan RBV. Pengindera ini berkembang menjadi TM (Landsat 4 dan 5) kemudian ETM+ (Landsat 7)
Pengolahan Citra
Disebut juga image processing. Kegiatan manipulasi citra digital yang terdiri dari penajaman, rektifikasi dan klasifikasi.
Triangulasi
Proses penentuan elemen penting (jarak dan sudut) untuk menentukan jaringan ikatan di permukaan bumi pada kegiatan survei objek untuk menentukan posisi relatif terhadap suatu wilayah
Triangulasi udara
Proses triangulasi yang dilakukan untuk mendapatkan kontrol horizontal dan vertical pada foto udara

DAFTAR PUSTAKA
https://ikasynd.wordpress.com/2012/03/08/penginderaan-jauh-remote-sensing/. Diunduh Selasa, 4 September 2012,pukul 18.15 WIB
penginderaan-jauh.pdf . Diunduh Selasa, 4 September 2012, pukul 18.20 WIB

Soundcloud Rara Sabria

 

Diary of an Urban Planner ♥ Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review